Pages

Rabu, 28 November 2012

Demontrasi Buruh

                                                                     BAB 1
                                                              PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kita mengetahui bila setiap tgl 1 mei di tetapkan sebagai hari buruh sedunia,setiap buruh pasti akan melakukan demonstrasi besar-besaran untuk menuntut perbaikan nasib mereka,akan tetapi demonstrasi yang dilakukan oleh para buruh sering kali membuat keadaan semakin memburuk.Tidak hanya bagi perusahaan,masyarakat sekitar kawasan industry, akan tetapi keadaan ini akan merugikan seluruh elemen ekonomi dunia terutama ekonomi dalam negri kita.Sayangnya banyak kalangan yang menanggapi demonstrasi ini sebagai hal yang tidak penting,seharusnya antara buruh dan perusahaan juga harus saling berkesinambungan dan saling menguntungkan satu sama lain.Kesalah pahaman  itu terjadi karena kita sering dikelirukan oleh definisi ’buruh’ yang salah. Menurut anggapan kita, buruh adalah pegawai kelas rendah di perusahaan. Padahal, sekalipun kita  seorang Direktur Utama sebenarnya kita  juga adalah buruh seperti mereka. Bedanya, kita menduduki posisi yang tinggi, sedangkan mereka berada pada strata yang paling rendah. Paradigma ini penting, supaya kita bisa mendudukan permasalahan buruh ini pada proporsi yang tepat. Selama management belum benar-benar memandang buruh sebagai aset paling penting perusahaan, kita tidak akan pernah bisa menemukan keselarasan. Para buruh akan terus menerus melakukan cara demonstrasi untuk mengeluarkan inspirasi mereka dan perusahan pun akan terus menerus mengalami kerugian yang sangat signifikan akibat Demonstrasi yang di lakukan oleh para buruh setiap tahun.bahkan banyak di antara perusahaan-perusahan yang mengancam akan menutup perusahaan mereka apabila para buruh selalu melakukan hal-hal seperti itu.Di sini terlihat bila hubungan antara buruh dan perusahaan-perusahaan di Indonesia belum terlepas dari masalah-masalah intern dan ekstern yang selama ini belum mendapatkan kejelasan yang pasti.perusahaan yang menginginkan untung sebesar-besarnya dan  pengeluaran yang seminim mungkin, serta para buruh yang selalu menuntut kesejahteraan bagi mereka tanpa menghiraukan kinerja mereka dalam bekerja yang masih kurang memuaskan bagi perusahaan.Oleh karena hal di atas, penulis tertarik mengangkat  tema”Demonstrasi Buruh”dalam pembuatan makalah, berhubungan dengan mata kuliah Pengantar Bisnis.

                                                                       Bab 2
                                                            PEMBAHASAN
1.Pengertian Buruh
Pengertian buruh pada saat ini di mata masyarakat awam sama saja dengan pekerja, atau tenaga kerja. Padahal dalam konteks sifat dasar pengertian dan terminologidiatas sangat jauh berbeda. Secara teori, dalam kontek kepentingan, didalam suatu perusahaan terdapat 2 (dua) kelompok yaitu kelompok pemilik modal (owner) dankelompok buruh, yaitu orang-orang yang diperintah dan dipekerjanan yang berfungsisebagai salah satu komponen dalam proses produksi. Dalam teori Karl Marx tentangnilai lebih, disebutkan bahwa kelompok yang memiliki dan menikmati nilai lebih disebutsebagai majikan dan kelompok yang terlibat dalam proses penciptaan nilai lebih itudisebut Buruh.Batasan istilah buruh/pekerja diatur secara jelas dalam Pasal 1 angka 2 UU Nomor 13Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi:
” Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalandalam bentuk lain”

2.Sistem Nilai yang Dipegang Perusahaan:
sistem nilai (believe) yang digunakan dalam pengelolaan bisnis perusahaan.
 Ada 3 sistem nilai utama yang dipegang teguh oleh petinggi perusahaan manapun:
1)    penghematan biaya (cost effectiveness).
2)     pengoptimalan produksi (productivity).
3)    Dan yang ketiga, daya saing (competitiveness).
    
3. Aksi Demonstrasi Para Buruh, Mengancam Pemerintah
Para Buruh mengancam akan melakukan aksi mogok nasional pada 3 Oktober 2012 apabila tuntutan penghapusan sistem kerja outsourcing, menolak upah murah, dan pelaksanaan jaminan kesehatan tidak dikabulkan."Kami akan melakukan mogok bekerja yang Insya Allah akan kita lakukan pada tanggal 3 Oktober sampai dengan 20 Oktober 2012, kalau tidak ada tanggapan dari pemerintah," kata Koordinator Aksi dari Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Baris Silitonga, saat aksi demo di kantor Kemenakertrans di Jakarta, Kamis (27/9/2012).
Menurut Baris, tuntutan menghapus sistem outsourcing yang selama ini diberlakukan, karena tidak sesuai dengan undang-undang. Oleh karena itu, mereka tidak ingin ada lagi buruh yang bekerja dengan sistem outsourcing di sektor nonformal, formal, manufaktur ataupun non manufaktur.
"Sebenarnya, Menteri (Menakertrans Muhaimin Iskandar) sudah mengeluarkan moratorium mengenai outsourcing.Namun hal itu justru mengecewakan kami karena hanya melarang perusahaan outsourcing yang baru, sedangkan yang sudah lama dan menyalahi aturan tetap diperbolehkan," sesalnya.Mengenai upah murah, Baris meminta Menakertrans untuk memberi upah yang layak sesuai dengan kehidupan sehari-hari para buruh.Selain itu, pemerintah juga dituntut memberlakukan jaminan kesehatan kepada seluruh rakyat Indonesia."Menurut undang-undang, 1 Januari 2014 seluruh warga negara Indonesia berhak menerima jaminan kesehatan, bukan pada tahun 2019 seperti yang disampaikan Presiden dalam nota APBN pada 16 Agustus lalu," kata Baris.
Baris menyebut aksi buruh di depan kantor Kemenakertrans Kamis (27/9/2012) ini merupakan aksi pemanasan sebelum aksi mogok nasional yang rencananya akan dilakukan pada tanggal 3 Oktober 2012. Rencananya sekitar 2,8 juta buruh dari seluruh Indonesia akan melakukan mogok jika tidak ada respon dari pemerintah.
(JAKARTA,KOMPAS.COM)
   

4.Akibat yang Ditimbulkan Pasca Demonstrasi Buruh
A. Pengusaha Ancam Ganti Tenaga Buruh dengan Mesin
Kalangan pengusaha mengancam akan mengganti semua tenaga buruh dengan tenaga mesin jika pekerja sering melakukan demo. Hal ini karena seringnya buruh melakukan demonstrasi.
"Nanti kita bisa saja mengganti semua tenaga buruh dengan mesin semua kalau mereka selalu menggunakan cara ini (demonstrasi)," ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, ditemui di MNC Tower, Jakarta, Rabu (3/10/2012).
Menurut Sofjan, saat ini, pihaknya sedang membicarakan masalah buruh ini dengan pemerintah dan serikat pekerja. Namun, dengan adanya demonstrasi ini, telah membuat sejumlah investor dan pengusaha khawatir.
"Saya dari pagi sudah ditelepon banyak orang dari mana-mana, mereka khawatir soal ini (demonstrasi buruh)," tambah dia.Bahkan, menurutnya, sudah ada beberapa investor yang akan menutup pabriknya di Indonesia.
"Sudah ada, dua dari Jepang satu Indonesia, mereka bergerak di bidang elektronika," komentar Sofyan.Sekedar informasi, aksi mogok nasional yang dilakukan ratusan ribu buruh se-Tangerang Raya ditanggapi dingin Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Tangerang. Apindo mengancam akan menutup perusahaan jika buruh terus melakukan aksi mogok.
"Akibat aksi mogok ini, perusahaan merugi, mending perusahaannya ditutup saja kalau begitu," kata Ketua Apindo Kota Tangerang Gatot Purwanto kepada Okezone.
Menurut dia, dari setiap aksi demo buruh ini membuat produksi terhenti, sehingga mengakibatkan kerugian yang sangat besar."Silakan saja buruh menyampaikan aspirasinya, asal jangan terus-terusan dan bahkan melakukan mogok massal begini," tambah dia.
(Gina nur maftuhah_okezone)

   
B. Demonstrasi yang Dilakukan Para Buruh Menimbulkan Respon  Kalangan Atas(Presiden)
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mendengarkan dan menindaklanjuti aspirasi kelompok buruh yang menggelar aksi demonstrasi di Jakarta, Kamis (12/7/2012). Aspirasi kelompok buruh yang melakukan aksi di depan Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi ini, antara lain, penghapusan outsourcing dan perbaikan kesejahteraan.
"Kami mendapat laporan bahwa Direktur Jenderal Tenaga Kerja Irianto Simbolon telah siap bertemu buruh.Saat ini Beliau sudah di lapangan," kata Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha ketika dihubungi Kompas.com, Kamis.
Belum lama ini, Presiden, kepada para wartawan, mengatakan, buruh secara moral harus diperlakukan dengan baik dan adil. Menurut Presiden, jika perekonomian di Indonesia yang terus tumbuh dan berkembang, maka upah buruh juga perlu ditingkatkan.
Di samping itu, Presiden juga meminta agar pihak perusahaan, perwakilan buruh, dan pemerintah, merumuskan gaji buruh yang layak sesuai dengan biaya hidup di daerah tersebut.Tak lupa, besaran upah buruh juga perlu disesuaikan dengan kemampuan perusahaan.
"Tidak bisa diterima jika ada perusahaan besar, kemampuan besar, keuntungan besar, lantas tidak tergerak untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja," kata Presiden.
(JAKARTA,KOMPAS.COM)

5.Pemerintah  Sepakati UMK Bekasi Pasca Demonstrasi

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyebutkan, baik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) maupun serikat pekerja telah menyepakati besaran upah minimum kota/kabupaten (UMK) Bekasi.Menko Perekonomian dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah berunding dengan kedua pihak untuk menyelesaikan permasalahan saat ini.Setelah dilakukan musyawarah, disepakati UMK Bekasi yakni untuk kelompok I sebesar Rp 1.491.000, kelompok II Rp 1.715.000, dan kelompok III Rp 1.849.000.
"Kesepakatan besaran UMK tersebut akan direkomendasikan oleh Bupati Bekasi kepada Gubernur Jawa Barat untuk ditetapkan sebagai UM Kabupaten Bekasi sebagai pengganti Keputusan Gubernur Jawa Barat sebelumnya sepanjang menyangkut UM Kabupaten Bekasi," sebut Hatta, di Jakarta, Jumat (27/1/2012) malam.
Dengan adanya kesepakatan baru ini, kata Hatta, Gubernur Jawa Barat akan mencabut upaya banding terhadap putusan PTUN Bandung. Sementara itu, bagi perusahaan yang tidak mampu untuk memenuhi UMK seperti yang diputuskan, maka akan diberikan kelonggaran untuk menyampaikan permohonan penangguhan UMK kepada Gubernur Jawa Barat.
Hatta pun menyebutkan, serikat pekerja sepakat kejadian aksi buruh ini adalah yang pertama dan terakhir.Ini dilakukan demi menjaga suasana yang tetap kondusif dalam hubungan industrial dan menjaga iklim investasi dan daya saing industri Indonesia.
"Seberat apa pun pembahasan yang ada, haruslah tetap mengacu kepada dialog dan tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum dan mengganggu keamanan dan ketertiban umum.Apabila terjadi hal-hal yang melanggar hukum akan dilakukan tindakan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," tegas Hatta.
Selain itu, tambah Hatta, juga akan dilakukan pembahasan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 17 Tahun 2005 tentang Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Ini akan dilakukan dengan fact finding dan benchmark tentang pemberlakuan upah minimum yang berlangsung selama ini terkait dengan kepatuhan pemberi kerja melaksanakan upah minimum.
(JAKARTA,KOMPAS.COM)   


                                                                 BAB 3
                                                              PENUTUP
1.2 Kesimpulan:
1. Para buruh selalu melakukan aksi demonstrasi untuk mengeluarkan inspirasi mereka
2. Para buruh melakukan demonstrasi guna meningkatkan kesejahteraan mereka
3. Para buruh menuntut hak-hak yang semestinya mereka dapatkan
4. Akibat dari adanya demonstrasi buruh, perusahan mengalami kerugian

1.3 Saran:   
1.Seharusnya para buruh lebih mementingkan kebaikan bersama dalam menyampaikan inspirasi mereka, sehingga tidak mengakibatkan pihak lainmerugi
2.Seharusnya perusahaan lebih bijak dalam menyikapi aksi para demonstrasi, mendengarkan keluhan para buruh dan mengambil keputusan yang bijak demi kepentingan bersama
3.Seharusnya antara buruh dan perusahaan juga harus saling berkesinambungan dan saling menguntungkan satu sama lain
4.Perusahaan besar, dengan kemampuan yang besar, dan keuntungan yang besar, seharusnya tergerak untuk meningkatkan kesejahteraan pekerjanya

                                                          DAFTAR PUSTAKA

http://www.kerjaan.web.id/2012/10/hut-ke-7-profec-p22-demonstrasi-buruh.html
http://nasional.kompas.com/read/2012/09/27/16171595/2.8.Juta.Buruh.Ancam.Mogok.Nasional.3.Oktober
http://economy.okezone.com/read/2012/10/03/320/698514/pengusaha-ancam-ganti-tenaga-buruh-dengan-mesin
http://www.demokrat.or.id/2012/10/presiden-sby-mendengar-aspirasi-buruh/
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/01/27/23174964/Pemerintah.Pengusaha.dan.Buruh.Sepakati.UMK.Bekasi
   

Ekonomi

                                                                           BAB 1
                                                                   PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah ekonomi merupakan masalah kompleks dan selalu terjadi di berbagai Negara, terutama negara yang sedang berkembang. Kemiskinan, pengangguran, merupakan masalah yang belum dapat teratasi oleh negara-negara berkembang di kawasan asia seperti Indonesia, india, Saudi Arabia, dll. Permintaan global yang melemah akan membebani negara-negara berkembang di Asia pada tahun 2012, namun pertumbuhan ekonomi di sebagian besar negara-negara tersebut akan tetap kuat dan meningkat pada 2013 didukung oleh konsumsi rumah tangga. Ketidakpastian yang terus berlanjut di kawasan euro dan semakin menurunnya perdagangan global bisa menjadi ancaman bagi prospek pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang. Oleh karena faktor-faktor di atas penulis tertarik mengambil tema tentang ”Gejolak Ekonomi Dunia Terhadap Perkembangan Ekonomi Negara Berkembang” untuk melengkapi tugas pengantar bisnis, berkaitan dengan penulisan artikel.
                                                                     BAB 2
                                                              PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ekonomi
Secara umum, bisa dibilang bahwa ekonomi adalah sebuah bidang kajian tentang pengurusan sumber daya material individu, masyarakat, dan negara untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Karena ekonomi merupakan ilmu tentang perilaku dan tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi dan berkembang dengan sumber daya yang ada melalui     pilihan-pilihan kegiatan produksi, konsumsi dan atau distribusi
Berikut ini adalah pengertian dan definisi ekonomi menurut beberapa ahli:
# ADAM SMITH
Ekonomi ialah penyelidikan tentang keadaan dan sebab adanya kekayaan Negara
# MILL J. S
Ekonomi ialah sains praktikal tentang pengeluaran dan penagihan
# ABRAHAM MASLOW
Ekonomi adalah salah satu bidang pengkajian yang mencoba menyelesaikan masalah keperluan asas kehidupan manusia melalui penggemblengan segala sumber ekonomi yang ada dengan berasaskan prinsip serta teori tertentu dalam suatu sistem ekonomi yang dianggap efektif dan efisien
B.    Pengertian Fundamental
Fundamental (ekonomi) dalam pengertian ekonomi terdapat dua dasar dalil kesejahteraan ekonomi, pertama menyatakan bahwa setiap kompetitif yang berdasarkan keseimbangan atau keseimbangan Walrasian mengarah ke efisien Pareto dalam alokasi sumberdaya, Kedua berkaitan dengan intervensi negara, setiap alokasi efisien yang dapat berkelanjutan dengan keseimbangan kompetitif. walau nampak terlihat simetri dari dua dalil sebenarnya dalil pertama jauh lebih umum dibandingkan dengan dalil yang kedua lebih lemah dan memerlukan asumsi lebih jauh.

C.    Bank Dunia mendorong negara-negara berkembang untuk memperkuat fundamental dalam negeri, untuk menghadapi gejolak ekonomi dunia
WASHINGTON, 12 Juni 2012 – Negara-negara berkembang harus mempersiapkan diri dalam menghadapi gejolak ekonomi dunia untuk waktu yang panjang dengan menekankan kembali pada strategi pembangunan jangka menengah, sementara menyiapkan diri menghadapi masa-masa yang lebih sulit, menurut laporan Bank Dunia yang baru diluncurkan dengan judul Propspek Ekonomi Global (Global Economic Prospects/GEP), bulan Juni 2012.
Kembalinya ketegangan di negara-negara Eropa yang berpenghasilan tinggi telah mengikis kemajuan yang dicatatkan selama empat bulan pertama tahun ini, yang menunjukkan peningkatan kegiatan ekonomi di negara-negara berkembang dan maju dan penurunan penghindaran risiko di kalangan investor. Sejak tanggal 1 Mei, ketidakpastian yang melanda pasar semakin meluas. Pasar saham negara-negara berkembang dan maju mencatatkan kerugian sebesar 7 persen, yang menghapus dua per tiga peningkatan yang telah terbangun selama empat bulan sebelumnya. Sebagian besar harga komoditas industri telah menurun, dengan harga minyak mentah dan tembaga masing-masing turun sebesar 19 persen dan 14 persen. Kurs valuta negara berkembang telah menurun terhadap dolar AS, dengan meningkatnya pelarian modal internasional kepada aset-aset yang aman, seperti obligasi negara Jerman dan AS.
Sejauh ini, kondisi di sebagian besar negara berkembang tidak mencatatkan penurunan sebanyak yang terjadi pada triwulan akhir tahun 2011. Di luar Eropa dan Asia Tengah dan Timur Tengah dan Afrika Utara, tingkat credit default swap (CDS), suatu indikator sentimen pasar utama, masih tetap berada jauh di bawah nilai maksimumnya yang pernah tercatat pada penurunan pasar di tahun 2011.
“Sentimen investor dan pasar modal dunia tampaknya akan tetap bergejolak dalam jangka menengah – yang menyulitkan penetapan kebijakan ekonomi. Dalam situasi seperti ini, negara-negara berkembang harus menekankan pada reformasi yang meningkatkan produktivitas dan investasi infrastruktur dan bukan bereaksi terhadap perubahan harian situasi internasional,” kata Hans Timmer, Direktur Prospek Pembangunan di Bank Dunia.
Peningkatan ketidakpastian akan meningkatkan perlemahan yang sudah ada dari pemangkasan anggaran, perlemahan sektor perbankan dan terbatasnya kapasitas negara berkembang. Karenanya, Bank Dunia memproyeksikan bahwa pertumbuhan negara berkembang akan melambat ke angka yang relatif rendah sebesar 5,3 persen di tahun 2012, sebelum sedikit meningkat ke 5,9 persen di tahun 2013 dan 6,0 persen di tahun 2014. Pertumbuhan di negara-negara maju juga akan melemah, masing-masing sebesar 1,4, 1,9 dan 2,3 persen untuk tahun 2012, 2013 dan 2014 – dengan PDB di zona Euro menurun sebesar 0,3 persen di tahun 2012. Secara keseluruhan, PDB dunia diproyeksikan akan meningkat masing-masing sebesar 2,5, 3,0 dan 3,3 persen untuk tiga tahun tersebut.
Skenario dasar (baseline) ini tetap menjadi skenario yang paling mungkin mendekati kenyataan. Akan tetapi, bila keadaan di Eropa memburuk dengan tajam maka seluruh wilayah negara berkembang akan turut terpengaruh. Negara-negara berkembang di Eropa dan Asia Tengah khususnya sangat rentan karena hubungan finansial dan perdagangan yang erat dengan negara-negara maju Eropa, tetapi negara-negara miskin juga akan merasakan dampak penurunan – terutama negara-negara yang bergantung kepada pengiriman dana dari pekerja di luar negeri (remittance), pariwisata atau komoditas ekspor, atau yang memiliki tingkat hutang jangka pendek dalam jumlah besar.
“Bila mungkin, negara-negara berkembang harus berupaya untuk menurunkan kerentanan dengan memperkecil tingkat hutang jangka pendek, memotong defisit anggaran dan kembali ke posisi kebijakan moneter yang lebih netral. Upaya tersebut akan memberikan lebih banyak ruang untuk melonggarkan kebijakan, bila kondisi global menurun dengan tajam,” kata Andrew Burns, Manajer Ekonomi Makro Global dan penulis utama laporan tersebut.

                                                                     BAB 3
                                                                 PENUTUP
1.2 Kesimpulan
1. Naik turunnya perekonomian negara maju berdampak pada perekonomian negara berkembang
2. Masalah ekonomi yang dihadapi negara berkembang adalah kemiskinan,pengangguran
3. Sejauh ini, kondisi di sebagian besar negara berkembang tidak mencatatkan penurunan sebanyak yang terjadi pada triwulan akhir tahun 2011
1.3 Saran
1. Negara-negara berkembang harus mempersiapkan diri dalam menghadapi gejolak ekonomi dunia    untuk waktu yang panjang dengan menekankan kembali pada strategi pembangunan jangka menengah
2. kondisi di sebagian besar negara berkembang tidak mencatatkan penurunan sebanyak yang terjadi pada triwulan akhir tahun 2011.
3. Peningkatan ketidakpastian akan meningkatkan perlemahan yang sudah ada dari pemangkasan anggaran, perlemahan sektor perbankan dan terbatasnya kapasitas negara berkembang.

                                                      DAFTAR PUSTAKA
http://carapedia.com/pengertian_definisi_ekonomi_menurut_para_ahli_info501.html
http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/2219825-pengertian-fundamental-konteks-dan-integrasi/
http://www.worldbank.org/in/news/2012/06/12/wb-urges-developing-countries-to-strengthen-domestic-fundamentals-to-weather-global-economic-turmoil

Tulisan 4 Krisis Moneter


PENDAHULUAN
Latar belakang masalah
Krisis moneter merupakan masalah yang kompleks, yang di hadapi oleh seluruh negara di dunia,krisis ekonomi juga mempuunyai hubungan yang saling ketergantungan antara negara satu dengan negara lain.
Masa krisis keuangan atau yang biasa disebut krisis moneter tidak terasa telah memasuki tahun ke-10. Indonesia merupakan negara terakhir yang keluar dari perawatan Dana Moneter Internasional (IMF), setelah Korea Selatan dan Thailand. Indonesia mampu keluar dari jaring-jaring IMF pada akhir tahun 2005 melalui exit programme dan pelunasan utang pada akhir 2006.
Namun, krisis moneter memberikan sejumlah pelajaran bagi kita dan juga international financial community,bahwa krisis moneter harus segera di tangani dengan baik dan dengan cara yang tepat jika keadaan tetap krisis maka akan merugikan   perekonomian dunia terutama di Indonesia.oleh sebab di atas, penulis tertarik mengambil tema”krisis moneter Indonesia” dalam pembuatan makalah yang berhubungan dengan tugas pengantar bisnis.


PEMBAHASAN

·         Penyebab krisis moneter yang melanda indonesia
Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, sementara ini telah berlangsung hampir dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian diperberat oleh berbagai musibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi seperti kegagalan panen padi di banyak tempat karena musim kering yang panjang dan terparah selama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan secara besar-besaran di Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang melanda banyak kota pada pertengahan Mei 1998 lalu dan kelanjutannya.

Krisis moneter ini terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia (lihat World Bank: Bab 2 dan Hollinger). Yang dimaksud dengan fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relatif rendah, neraca pembayaran secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan devisa masih cukup besar, realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus. Lihat Tabel. Namun di balik ini terdapat beberapa kelemahan struktural seperti peraturan perdagangan domestik yang kaku dan berlarut-larut, monopoli impor yang menyebabkan kegiatan ekonomi tidak efisien dan kompetitif. Pada saat yang bersamaan kurangnya transparansi dan kurangnya data menimbulkan ketidak pastian sehingga masuk dana luar negeri dalam jumlah besar melalui sistim perbankan yang lemah. Sektor swasta banyak meminjam dana dari luar negeri yang sebagian besar tidak di hedge. Dengan terjadinya krisis moneter, terjadi juga krisis kepercayaan. (Bandingkan juga IMF, 1997: 1). Namun semua kelemahan ini masih mampu ditampung oleh perekonomian nasional. Yang terjadi adalah, mendadak datang badai yang sangat besar, yang tidak mampu dbendung oleh tembok penahan yang ada, yang selama bertahun-tahun telah mampu menahan berbagai terpaan gelombang yang datang mengancam.


·         INDIKATOR UTAMA EKONOMI INDONESIA 1990 - 1997

1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
Pertumbuhan ekonomi (%)
7,24
6,95
6,46
6,50
7,54
8,22
7,98
4,65
Tingkat inflasi (%)
9,93
9,93
5,04
10,18
9,66
8,96
6,63
11,60
Neraca pembayaran (US$ juta)
2,099
1,207
1,743
741
806
1,516
4,451
-10,021
Neraca perdagangan
5,352
4,801
7,022
8,231
7,901
6,533
5,948
12,964
Neraca berjalan
-3.24
-4,392
-3,122
-2,298
-2.96
-6.76
-7,801
-2,103
Neraca modal
4,746
5,829
18,111
17,972
4,008
10,589
10,989
-4,845
Pemerintah (neto)
633
1,419
12,752
12,753
307
336
-522
4,102
Swasta (neto)
3,021
2,928
3,582
3,216
1,593
5,907
5,317
-10.78
PMA (neto)
1,092
1,482
1,777
2,003
2,108
4,346
6,194
1,833
Cadangan devisa akhir tahun (US$ juta)
8,661
9,868
11,611
12,352
13,158
14,674
19,125
17,427
(bulan impor nonmigas c&f)
4,7
4,8
5,4
5,4
5,0
4,3
5,2
4,5
Debt-service ratio (%)
30,9
32,0
31,6
33,8
30,0
33,7
33,0

Nilai tukar Des. (Rp/US$)
1,901
1,992
2,062
2.11
2.2
2,308
2,383
4.65
APBN* (Rp. milyar)
3,203
433
-551
-1.852
1,495
2,807
818
456
* Tahun anggaranSumber : BPS, Indikator Ekonomi; Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia; World Bank, Indonesia in Crisis, July 2, 1998
Sebagai konsekuensi dari krisis moneter ini, Bank Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dollar AS, dan membiarkannya berfluktuasi secara bebas (free floating) menggantikan sistim managed floating yang dianut pemerintah sejak devaluasi Oktober 1978. Dengan demikian Bank Indonesia tidak lagi melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menopang nilai tukar rupiah, sehingga nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar semata. Nilai tukar rupiah kemudian merosot dengan cepat dan tajam dari rata-rata Rp 2.450 per dollar AS Juni 1997 menjadi Rp 13.513 akhir Januari 1998, namun kemudian berhasil menguat kembali menjadi sekitar Rp 8.000 awal Mei 1999.
·         Krisis Moneter dan Faktor-Faktor Penyebabnya
Penyebab dari krisis ini bukanlah fundamental ekonomi Indonesia yang selama ini lemah, hal ini dapat dilihat dari data-data statistik di atas, tetapi terutama karena utang swasta luar negeri yang telah mencapai jumlah yang besar. Yang jebol bukanlah sektor rupiah dalam negeri, melainkan sektor luar negeri, khususnya nilai tukar dollar AS yang mengalami overshooting yang sangat jauh dari nilai nyatanya1 . Krisis yang berkepanjangan ini adalah krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam, akibat dari serbuan yang mendadak dan secara bertubi-tubi terhadap dollar AS (spekulasi) dan jatuh temponya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar. Seandainya tidak ada serbuan terhadap dollar AS ini, meskipun terdapat banyak distorsi pada tingkat ekonomi mikro, ekonomi Indonesia tidak akan mengalami krisis. Dengan lain perkataan, walaupun distorsi pada tingkat ekonomi mikro ini diperbaiki, tetapi bila tetap ada gempuran terhadap mata uang rupiah, maka krisis akan terjadi juga, karena cadangan devisa yang ada tidak cukup kuat untuk menahan gempuran ini. Krisis ini diperparah lagi dengan akumulasi dari berbagai faktor penyebab lainnya yang datangnya saling bersusulan. Analisis dari faktor-faktor penyebab ini penting, karena penyembuhannya tentunya tergantung dari ketepatan diagnosa.
Anwar Nasution melihat besarnya defisit neraca berjalan dan utang luar negeri, ditambah dengan lemahnya sistim perbankan nasional sebagai akar dari terjadinya krisis finansial (Nasution: 28). Bank Dunia melihat adanya empat sebab utama yang bersamasama membuat krisis menuju ke arah kebangkrutan (World Bank, 1998, pp. 1.7 -1.11). Yang pertama adalah akumulasi utang swasta luar negeri yang cepat dari tahun 1992 hingga Juli 1997, sehingga l.k. 95% dari total kenaikan utang luar negeri berasal dari sektor swasta ini, dan jatuh tempo rata-ratanya hanyalah 18 bulan. Bahkan selama empat tahun terakhir utang luar negeri pemerintah jumlahnya menurun. Sebab yang kedua adalah kelemahan pada sistim perbankan. Ketiga adalah masalah governance, termasuk kemampuan pemerintah menangani dan mengatasi krisis, yang kemudian menjelma menjadi krisis kepercayaan dan keengganan donor untuk menawarkan bantuan finansial dengan cepat. Yang keempat adalah ketidak pastian politik menghadapi Pemilu yang lalu dan pertanyaan mengenai kesehatan Presiden Soeharto pada waktu itu.
Sementara menurut penilaian penulis, penyebab utama dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangat tajam,

meskipun ini bukan faktor satu-satunya, tetapi ada banyak faktor lainnya yang berbeda menurut program reformasi ekonomi IMF. Menurut IMF, krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia disebabkan karena pemerintah baru meminta bantuan IMF setelah rupiah sudah sangat terdepresiasi. Strategi pemulihan IMF dalam garis besarnya adalah mengembalikan kepercayaan pada mata uang, yaitu dengan membuat mata uang itu sendiri menarik. Inti dari setiap program pemulihan ekonomi adalah restrukturisasi sektor finansial. (Fischer 1998b). Sementara itu pemerintah Indonesia telah enam kali memperbaharui persetujuannya dengan IMF, Second Supplementary Memorandum of Economic and Financial Policies (MEFP) tanggal 24 Juni, kemudian 29 Juli 1998, dan yang terakhir adalah review yang keempat, tanggal 16 Maret 1999.
·         Program bantuan IMF pertama ditanda-tangani pada tanggal 31 Oktober 1997. Program reformasi ekonomi yang disarankan IMF ini mencakup empat bidang:
  1. Penyehatan sektor keuangan;
  1. Kebijakan fiskal;
  1. Kebijakan moneter;
  1. Penyesuaian struktural.
Untuk menunjang program ini, IMF akan mengalokasikan stand-by credit sekitar US$ 11,3 milyar selama tiga hingga lima tahun masa program. Sejumlah US$ 3,04 milyar dicairkan segera, jumlah yang sama disediakan setelah 15 Maret 1998 bila program penyehatannya telah dijalankan sesuai persetujuan, dan sisanya akan dicairkan secara bertahap sesuai kemajuan dalam pelaksanaan program. Dari jumlah total pinjaman tersebut, Indonesia sendiri mempunyai kuota di IMF sebesar US$ 2,07 milyar yang bisa dimanfaatkan. (IMF, 1997: 1). Di samping dana bantuan IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan negaranegara sahabat juga menjanjikan pemberian bantuan yang nilai totalnya mencapai lebih kurang US$ 37 milyar (menurut Hartcher dan Ryan). Namun bantuan dari pihak lain ini dikaitkan dengan kesungguhan pemerintah Indonesia melaksanakan program-program yang diprasyaratkan IMF.
Karena dalam beberapa hal program-program yang diprasyaratkan IMF oleh pihak Indonesia dirasakan berat dan tidak mungkin dilaksanakan, maka dilakukanlah negosiasi kedua yang menghasilkan persetujuan mengenai reformasi ekonomi (letter of intent) yang ditanda-tangani pada tanggal 15 Januari 1998, yang mengandung 50 butir. Saransaran IMF diharapkan akan mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan cepat dan kurs nilai tukar rupiah bisa menjadi stabil (butir 17 persetujuan IMF 15 Januari 1998). Pokokpokok dari program IMF adalah sebagai berikut:
A. Kebijakan makro-ekonomi
  • Kebijakan fiskal
  • Kebijakan moneter dan nilai tukar
B. Restrukturisasi sektor keuangan
  • Program restrukturisasi bank
  • Memperkuat aspek hukum dan pengawasan untuk perbankan
C. Reformasi struktural
  • Perdagangan luar negeri dan investasi
  • Deregulasi dan swastanisasi
  • Social safety net
  • Lingkungan hidup.
Setelah pelaksanaan reformasi kedua ini kembali menghadapi berbagai hambatan, maka diadakanlah negosiasi ulang yang menghasilkan supplementary memorandum pada tanggal 10 April 1998 yang terdiri atas 20 butir, 7 appendix dan satu matriks. Cakupan memorandum ini lebih luas dari kedua persetujuan sebelumnya, dan aspek baru yang masuk adalah penyelesaian utang luar negeri perusahaan swasta Indonesia. Jadwal pelaksanaan masing-masing program dirangkum dalam matriks komitmen kebijakan struktural. Strategi yang akan dilaksanakan adalah:
  1. menstabilkan rupiah pada tingkat yang sesuai dengan kekuatan ekonomi Indonesia;
  1. memperkuat dan mempercepat restrukturisasi sistim perbankan;
  1. memperkuat implementasi reformasi struktural untuk membangun ekonomi yang efisien dan berdaya saing;
  1. menyusun kerangka untuk mengatasi masalah utang perusahaan swasta;
  1. kembalikan pembelanjaan perdagangan pada keadaan yang normal, sehingga ekspor bisa bangkit kembali.
Ke tujuh appendix adalah masing-masing:
  1. Kebijakan moneter dan suku bunga
  1. Pembangunan sektor perbankan
  1. Bantuan anggaran pemerintah untuk golongan lemah
  1. Reformasi BUMN dan swastanisasi
  1. Reformasi struktural
  1. Restrukturisasi utang swasta
  1. Hukum Kebangkrutan dan reformasi yuridis.
Prioritas utama dari program IMF ini adalah restrukturisasi sektor perbankan. Pemerintah akan terus menjamin kelangsungan kredit murah bagi perusahaan kecilmenengah dan koperasi dengan tambahan dana dari anggaran pemerintah (butir 16 dan 20 dari Suplemen). Awal Mei 1998 telah dilakukan pencairan kedua sebesar US$ 989,4 juta dan jumlah yang sama akan dicairkan lagi berturut-turut awal bulan Juni dan awal bulan Juli, bila pemerintah dengan konsekuen melaksanakan program IMF. Sementara itu Menko Ekuin/ Kepala Bappenas menegaskan bahwa “Dana IMF dan sebagainya memang tidak kita gunakan untuk intervensi, tetapi untuk mendukung neraca pembayaran serta memberi rasa aman, rasa tenteram, dan rasa kepercayaan terhadap perekonomian bahwa kita memiliki cukup devisa untuk mengimpor dan memenuhi kewajiban-kewajiban luar negeri” (Kompas, 6 Mei 1998). Pencairan berikutnya sebesar US$ 1 milyar yang dijadwalkan awal bulan Juni baru akan terlaksana awal bulan September ini.
Kritik Terhadap IMF
Banyak kritik yang dilontarkan oleh berbagai pihak ke alamat IMF dalam hal menangani krisis moneter di Asia, yang paling umum adalah bahwa: (1) program IMF terlalu seragam, padahal masalah yang dihadapi tiap negara tidak seluruhnya sama; dan (2) program IMF terlalu banyak mencampuri kedaulatan negara yang dibantu (Fischer, 1998b). Radelet dan Sachs secara gamblang mentakan bahwa bantuan IMF kepada tiga negara Asia (Thailand, Korea dan Indonesia) telah gagal. Setelah melihat program penyelematan IMF di ketiga negara tersebut, timbul kesan yang kuat bahwa IMF sesungguhnya tidak menguasai permasalahan dari timbulnya krisis, sehingga tidak bisa keluar dengan program penyelamatan yang tepat. Salah satu pemecahan standar IMF adalah menuntut adanya surplus dalam anggaran belanja negara, padahal dalam hal Indonesia anggaran belanja negara sampai dengan tahun anggaran 1996/1997 hampir selalu surplus, meskipun surplus ini ditutup oleh bantuan luar negeri resmi pemerintah. Adalah kebijakan dari Orde Baru untuk menjaga keseimbangan dalam anggaran belanja negara, dan prinsip ini terus dipegang. Selama ini tidak ada pencetakan uang secara besar-besaran untuk menutup anggaran belanja negara yang defisit, dan tidak ada tingkat inflasi yang melebihi 10%. Memang dalam anggaran belanja negara tahun 1998/1999 terdapat defisit anggaran yang besar, namun ini bukan disebabkan karena kebijakan deficit financing dari pemerintah, tetapi oleh karena nilai tukar rupiah yang terpuruk terhadap dollar AS. Semakin jatuh nilai tukar rupiah, semakin besar defisit yang terjadi dalam anggaran belanja. Karena itu pemecahan utamanya adalah bagaimana mengembalikan nilai tukar rupiah ke tingkat yang wajar.
J. Stiglitz, pemimpin ekonom Bank Dunia, mengkritik bahwa prakondisi IMF yang teramat ketat terhadap negara-negara Asia di tengah krisis yang berkepanjangan berpotensi menyebabkan resesi yang berkepanjangan. Kemudian berlakunya praktek apa yang dinamakan “konsensus Washington”, yaitu negara pengutang lazimnya harus mendapatkan restu pendanaan dari pemerintah AS, yang pada dasarnya hanya memperluas kesempatan ekonomi AS. (Kompas, 13 Mei 1998). Kabar terakhir menyebutkan bahwa pencairan bantuan tahap ketiga awal Juni ni akan tertunda lagi atas desakan pemerintah AS yang dikaitkan dengan perkembangan reformasi politik di Indonesia, dan ini akan menunda cairnya bantuan dari sumber-sumber lain (Hartcher dan Ryan).
Anwar Nasution mengkritik bahwa reformasi ekonomi yang disarankan IMF bentuknya masih samar-samar. Tidak ada penjelasan rinci, bagaimana caranya untuk meningkatkan penerimaan pemerintah dan mengurangi pengeluaran pemerintah untuk mencapai sasaran surplus anggaran sebesar 1% dari PDB dalam tahun fiskal 1998/99, dan bagaimana ingin dicapai sasaran pertumbuhan ekonomi sebesar 3%. Harapan satu-satunya adalah peningkatan ekspor non-migas, namun kelemahan utama dari IMF adalah tidak ada program yang jelas untuk meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya produksi untuk mendorong ekspor non-migas. (Nasution: 27-28).
Penasehat khusus IMF untuk Indonesia (P.R. Narvekar) sendiri juga dikutip sebagai mengatakan bahwa “IMF kerap menerapkan standar ganda dalam pengambilan keputusan. Di satu pihak, perwakilan IMF mewakili negara dan pemerintahan dengan kebijakan dan visi politik masing-masing, sementara keputusan yang diambil harus mengacu pada fakta konkret ekonomi. Karenanya, ada saja peluang bahwa tudingan atas pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia yang makin marak belakangan ini, menjadi hal yang disoroti Dewan Direktur IMF dalam pengambilan keputusannya pekan depan”. Demikianpun halnya dengan Bank Dunia. (Kompas, 2 Mei 1998).
Sri Mulyani mengemukakan, bahwa di bidang kebijaksanaan makro IMF tidak memperlihatkan adanya konsistensi antarinstrumen kebijaksanaan. Di satu pihak IMF memberikan kelenturan dengan mengizinkan dipertahankannya subsidi dan menyediakan dana untuk menciptakan jaringan keselamatan sosial, sedang di lain pihak menganut kebijaksanaan moneter yang kontraktif. Kedua kebijaksanaan ini bisa memandulkan efektivitas kebijaksanaan makro, terutama dalam rangka stabilitas nilai tukar dan inflasi. (Sri Mulyani: 72). “Secara makro ancaman kegagalan terbesar kesepakatan ketiga ini berasal dari kebijaksanaan moneter yang masih ambivalen, karena keharusan BI melakukan fungsi lender of last resort bagi perbankan nasional, yang bertentangan dengan tema pengetatan, juga ketidak sejalanan kebijaksanaan moneter dan fiskal” (Sri Mulyani: 72).
Saran IMF menutup sejumlah bank yang bermasalah untuk menyehatkan sistim perbankan Indonesia pada dasarnya adalah tepat, karena cara pengelolaan bank yang amburadul dan tidak mengikuti peraturan, namun dampak psikologisnya dari tindakan ini tidak diperhitungkan. Masyarakat kehilangan kepercayaan kepada otoritas moneter, Bank Indonesia dan perbankan nasional, sehingga memperparah keadaan dan masyarakat beramai-ramai memindahkan dananya dalam jumlah besar ke bank-bank asing dan pemerintah atau ditaruh di rumah, yang menimbulkan krisis likuiditas perbankan nasional yang gawat. Hal ini juga diakui oleh IMF (butir 14, 15 dan 24 dari persetujuan IMF tanggal 15 Januari 1998).
Pertanyaan mendasar yang harus ditujukan kepada IMF menurut penulis adalah sejauh mana IMF bersungguh-sungguh dalam hal membantu mengatasi krisis ekonomi yang sedang melanda Indonesia dewasa ini? Apakah sama seperti kesungguhan Amerika Serikat ketika membantu Meksiko bersama-sama dengan IMF dan negara-negara maju lainnya yang berhasil menggalang sebesar hampir US$ 48 milyar Januari 1995? Setelah mencapai titik terendah tahun 1995, perekonomian Meksiko dengan cepat pada tahun 1996 dapat bangkit kembali. Rencana IMF untuk mencairkan bantuannya secara bertahap dalam jarak waktu yang cukup jauh menunjukkan bahwa IMF menekan Indonesia untuk menjalankan programnya secara ketat dan membiarkan keadaan ekonomi Indonesia terus merosot menuju resesi yang berkepanjangan. Dengan menahan pencairan bantuan tahap kedua dan setelah diundur, hanya dicicil US$ 1 milyar dari jumlah US$ 3 milyar, ditambah jarak yang cukup lama antara paket bantuan pertama dan kedua, menyulitkan pemulihan ekonomi Indonesia secara cepat, menghilangkan kepercayaan terhadap rupiah, bahkan memperparah keadaan. Karena badan internasional lain dan negara-negara sahabat yang menjanjikan bantuan juga menunggu signal dari IMF, berhubung semua bantuan tambahan yang besarnya mencapai US$ 27 milyar dikaitkan dengan cairnya bantuan IMF. Di lain pihak, kita juga perlu berterima kasih kepada IMF karena dengan menunda mencairkan bantuannya, IMF sedikit banyak mempunyai andil dalam perjuangan menggulirkan tuntutan reformasi politik, ekonomi dan hukum di Indonesia yang pada akhirnya bermuara pada mundurnya Presiden Soeharto.
Saran IMF untuk menstabilkan nilai tukar adalah dengan menerapkan kebijakan uang ketat, menaikkan suku bunga dan mengembalikan kepercayaan terhadap kebijakan ekonomi, dari waktu ke waktu mengadakan intervensi terbatas di pasar valas dengan petunjuk IMF (lihat butir 14, 16, 17, 21 dari persetujuan 15 Januari 1998; butir 5, 7 dari Suplemen). Sayangnya tidak ada program khusus yang secara langsung ditujukan untuk menguatkan kembali nilai tukar rupiah, juga tidak ada Appendix untuk masalah ini. IMF tidak memecahkan permasalahan yang utama dan yang paling mendesak secara langsung. IMF bisa saja terlebih dahulu mengambil kebijakan memprioritaskan stabilisasi nilai tukar rupiah, kalau mau, dengan mencairkan dana bantuan yang relatif besar pada bulan November lalu, yang didukung oleh bantuan dana dari World Bank, Asian Development Bank dan negara-negara sahabat. Dengan demikian timbulnya krisis kepercayaan yang berkepanjangan dapat dicegah. IMF sendiri tampaknya tidak tahu apa yang harus dilakukannya dan berputarputar pada kebijakan surplus anggaran, uang ketat, tingkat bunga tinggi, pembenahan sektor riil yang memang perlu dan sudah sangat mendesak, dan titipan-titipan khusus dari negaranegara maju yaitu membuka peluang investasi yang seluas-luasnya bagi mereka dengan menggunakan kesempatan dalam kesempitan Indonesia.
Di lain pihak memang harus diakui bahwa tekanan ini perlu untuk memastikan kesungguhan Indonesia, karena untuk beberapa tindakan memang ada tanda-tanda kekurang sungguhan di pihak Indonesia. Tidak adanya program dari IMF yang jelas dan berjangka pendek untuk mengembalikan nilai tukar rupiah ke tingkat yang wajar dan menstabilkannya membuat pemerintah cukup lama terombang-ambing antara memilih program IMF atau currency board system, yang justru menjanjikan kepastian dan kestabilan nilai tukar pada tingkat yang wajar.
Krisis ekonomi yang tengah berlangsung ini memang bukan tanggung-jawab IMF dan tidak bisa dipecahkan oleh IMF sendiri. Namun kekurangan yang paling utama dari IMF adalah bahwa IMF dalam program bantuannya tidak mencari pemecahan terhadap masalah yang pokok dan sangat mendesak ini dan berputar-putar pada reformasi struktural yang dampaknya jangka panjang. Bila semua kekuatan bantuan ini dikumpulkan sekaligus secara dini, maka hal ini dengan cepat akan memulihkan kembali kepercayaan masyarakat dalam negeri dan internasional. Namun bantuan dana IMF dan ketergantungan harapan pada IMF ini di(salah)gunakan untuk menekan pemerintah Indonesia untuk melaksanakan reformasi struktural secara besar-besaran. Ibaratnya orang yang sudah hampir tenggelam diombang-ambing ombak laut tidak segera ditolong dengan dilempari pelampung, tapi disuruh belajar berenang dahulu.
Reformasi struktural sebagaimana yang dianjurkan oleh IMF memang mendasar dan penting, tetapi dampak hasilnya baru bisa dirasakan dalam jangka panjang, sementara pemecahan masalahnya sudah sangat mendesak, di mana makin ditunda makin banyak perusahaan yang jatuh bergelimpangan. Banyak perusahaan yang mengandalkan pasaran dalam negeri tidak bisa menjual barang hasil produksinya karena perusahaan-perusahaan ini umumnya memiliki kandungan impor yang tinggi dan harga jualnya menjadi tidak terjangkau dengan semakin jatuhnya nilai tukar rupiah. Jadi, utang luar negeri swasta dan nilai tukar rupiah yang merosot jauh dari nilai riilnya adalah masalah-masalah dasar jangka pendek, yang lama tidak disinggung oleh IMF. Di sini timbul keragu-raguan akan kemurnian kebijakan reformasi IMF, sehingga timbul teka-teki, apakah IMF benar-benar tidak melihat inti permasalahannya atau berpura-pura tidak tahu? Atau IMF mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk memaksakan perubahan-perubahan yang sudah lama menjadi duri di matanya dan bagi Bank Dunia serta mewakili kepentingan-kepentingan asing? Tampaknya di balik anjuran program pemulihan kegiatan ekonomi ada titipan-titipan politik dan ekonomi dari negara-negara besar tertentu. Program reformasi IMF secara mencurigakan mengulang kembali tuntutan-tuntutan deregulasi ekonomi yang sudah sejak bertahun-tahun didengungkan oleh Bank Dunia dan belum sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia (lihat World Bank, 1996, bab 2;World Bank, 1997, bab 4 dan 5).
Permintaan IMF untuk menghentikan dengan segera perlakuan pembebasan pajak dan kemudahan kredit untuk proyek mobil nasional dan IPTN adalah tepat, karena dalam jangka pendek proyek ini akan mengacaukan kebijakan pemerintah di bidang fiskal, anggaran dan moneter secara berarti. Juga saran IMF untuk menghapuskan subsidi BBM dan listrik yang kian membesar secara bertahap dalam jangka waktu tiga tahun sudah benar. Subsidi listrik relatif lebih mudah untuk dihapuskan, yakni melalui subsidi silang sehingga masyarakat berpenghasilan rendah tetap dikenakan tarif listrik yang murah dan melalui peningkatan efisiensi, misalnya penagihan yang lebih efektif. Namun penurunan subsidi BBM dan listrik oleh pemerintah secara drastis dan mendadak pada tanggal 4 Mei 1998 yang lalu mempunyai dampak yang sangat luas terhadap perekonomian rakyat kecil, meskipun kepentingan rakyat kecil sangat diperhatikan dengan adanya jaringan keselamatan sosial. Tindakan drastis ini sedikit-banyak telah membantu memicu terjadinya kerusuhan-kerusuhan sosial dan politik. Yang menjadi pertanyaan di sini adalah, apakah pemerintah tidak bisa menunda kenaikan BBM dan listrik untuk beberapa bulan, menunggu keresahan masyarakat reda? Di sini pemerintah salah membaca isi dari kesepakatan dengan IMF, karena IMF menganjurkan penghapusan subsidi secara bertahap dan tidak secara mendadak. Dalam suplemen program IMF April 1998 disebutkan bahwa subsidi masih bisa diberikan kepada beberapa jenis barang yang banyak dikonsumsi oleh penduduk berpenghasilan rendah seperti bahan makanan, BBM dan listrik. Dalam situasi sekarang hampir tidak ada peluang untuk meningkatkan pajak. Baru pada tanggal 1 Oktober 1998 direncanakan subsidi akan diturunkan secara berarti. (butir 10 dan 11 dari Suplemen). Subsidi untuk bahan pangan, BBM dan listrik sudah diperhitungkan dan dinaikkan dalam anggaran pemerintah (butir 20 dari Suplemen). Membengkaknya subsidi ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kinerja yang kurang efisien, tagihan listrik dalam jumlah besar yang tidak dibayar, tetapi sebab utama karena merosotnya nilai tukar rupiah. Jadi tindakan yang pokok adalah pertama mengembalikan dulu nilai rupiah ke tingkat yang wajar dan dari sini baru menghitung besarnya subsidi. Tidak bisa biaya produksi dihitung atas dasar nilai tukar dengan dollar AS yang masih relatif tinggi lalu dibebankan kepada konsumen, sementara pendapatan masyarakat adalah dalam rupiah yang tidak berubah sejak sebelum terjadinya krisis moneter, kalau tidak menurun dan banyaknya PHK. Keadaan ini tidak sebanding, kita harus melihat sebab-sebab lain di balik kenaikan biaya produksi. Halnya akan lain, bila pendapatan masyarakat dalam rupiah juga ikut naik dua atau tiga kali lipat sesuai dengan kenaikan nilai tukar dollar AS, seperti orang asing yang tinggal di Indonesia misalnya.
Dalam kaitan ini perlu dipertanyakan, siapa yang menjadi penyebab dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini, sehingga nilai tukar valas naik sangat tinggi dan siapa yang menarik keuntungan dari krisis ini? Janganlah rakyat banyak diminta untuk berkorban mengatasi krisis ini atau membebankan di atas penderitaan rakyat dengan misalnya menaikkan harga BBM dan tarif listrik.
Di antara saran-saran IMF juga ada yang mengenai perluasan penyertaan modal asing dalam kegiatan ekonomi Indonesia yang terlalu jauh. Modal asing sudah diberi peluang yang cukup besar untuk investasi di Indonesia dengan diperbolehkannya kepemilikan hingga 100% baik untuk pendirian PMA, bank asing maupun penguasaan saham dari perusahaan-perusahaan yang telah go public, kecuali saham bank nasional yang go public. Meskipun demikian IMF masih meminta dihapuskannya larangan membuka cabang bagi bank asing, izin investasi di bidang perdagangan besar dan eceran, dan liberalisasai perdagangan yang jauh lebih liberal dari komitmen resmi pemerintah di forum WTO, AFTA dan APEC. Masalahnya bukan sentimen nasionalisme, tetapi apa sumbangan dari keterbukaan ini terhadap restrukturisasi ekonomi dari program IMF, stabilisasi ekonomi dan moneter, dan apa sumbangannya terhadap pemasukan modal asing? Bukan masalah anti asing atau sentimen nasionalisme yang sempit, tetapi apa salahnya bila pemerintah menyisakan bidang kegiatan untuk pengusaha Indonesia, terutama yang bermodal kecil? Apa permintaan IMF ini tidak terlalu jauh? Kedengarannya seperti IMF menerima titipan pesan sponsor dari negara-negara besar yang ingin memaksakan kepentingannya dengan menggunakan kesempatan dalam kesempitan. (Bandingkan juga Sri Mulyani: 72-3).
Saran IMF lainnya yang disisipkan dalam persetujuan dan tidak ada kaitannya dengan program stabilisasi ekonomi dan moneter adalah desakannya untuk menyusun Undang- Undang Lingkungan Hidup yang baru (butir 50 dari persetujuan IMF tanggal 15 Januari 1998).
Ikut campurnya IMF dalam penyelesaian utang swasta adalah sangat baik, karena IMF sebagai lembaga yang disegani bisa banyak membantu memulihkan kepercayaan kreditor luar negeri, yang akan memperlancar dan mempercepat proses penyelesaian utang. IMF bisa bertindak sebagai perantara yang netral dan dipercaya.

PENUTUP
v  Kesimpulan:
Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Ditambah dengan kenaikan pendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin lama makin kalah bersaing dengan produk impor. Nilai Rupiah yang overvalued berarti juga proteksi industri yang negatif. Akibatnya harga barang impor menjadi relatif murah dan produk dalam negeri relatif mahal, sehingga masyarakat memilih barang impor yang kualitasnya lebih baik. Akibatnya produksi dalam negeri tidak berkembang, ekspor menjadi kurang kompetitif dan impor meningkat. Nilai rupiah yang sangat overvalued ini sangat rentan terhadap serangan dan permainan spekulan, karena tidak mencerminkan nilai tukar yang nyata sehingga menyebabkan krisis moneter.
v  Saran :
Seharusnya program IMF jangan terlalu seragam, padahal masalah yang dihadapi tiap negara tidak seluruhnya sama dan  seharusnya IMF tidak terlalu banyak mencampuri kedaulatan negara.


DAFTAR PUSTAKA